Kamis, 12 Maret 2015

PELAJARAN HIDUP DALAM MEMBERI



Menjelang lebaran, Kota Palu mendadak kebanjiran pengemis yang ciri-ciri fisiknya hampir semua sama. Kulit hitam, maaf 'dekil', rambut keriting, hidung mirip satu sama lain, dan datang bergerombol. Suatu malam, selepas makan malam,  1 dari mereka masuk langsung ke teras rumah, krn malam itu pagar tidak terkunci. Aku tak sempat melihatnya, tapi anakku bilang ma, ada tukang minta-minta di luar. Lalu aku bertanya pada anakku, berapa orang. katanya, cuma satu ma. Sebenarnya aku heran, kok cuma 1, biasanya bergerombol. Kata anakku, mungkin bersembunyi yang lain. Lalu, anakkku ku suruh memberikan lima ribu rupiah kepada pengemis itu tanpa bertemu dengan pengemis itu. Tapi apa yang kurasa setelah itu, aku merasa tidak nyaman karena tidak menemui pengemis itu. Kalau aku tak melihat keadaannya, mana aku tahu kebutuhannya. Apa dengan lima ribu rupiah cukup untuk dia ketika itu.
Keesokan harinya, malam sekitar jam 9, aku dan anak2 sudah beristirahat sambil nonton TV. Pagar sudah digembok. Masih juga ada yang berteriak dari luar dengan salam 'Asalamu'alaikum. Karena malas harus bangun lg, aku dan anak2 pura2 tidak dengar. Tapi, malam itu lagi-lagi aku merasa tidak tenang. Aku menyesal kenapa tidak bangun, dan membukakan pagar untuk mereka. Menjawab rasa menyesal itu, besoknya aku langsung menukar uang menjadi pecahan lima ribuan untuk kubagikan kepada mereka kalau ada pengemis yang datang lagi. Ternyata, sampai saat ini, pengemis tidak ada lagi yang datang ke rumahku. Ketika aku siap lahir batin, ternyata tidak ada lagi yang datang.
Apa maknanya? JIKA ANDA INGIN MEMBERI, JANGAN TUNDA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar